Senin, 25 Desember 2017

SEJARAH DAN KEUNIKAN PURA GUNUNG BALEKU



TATTWA
SEJARAH DAN KEUNIKAN PURA GUNUNG BALEKU


OLEH :
IDA AYU YOGISWARI               15111148




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
JURUSAN DHARMA ACARYA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GEDE PUDJA MATARAM
2016






A.   SEJARAH PURA GUNUNG BALEKU
Pura merupakan tempat ibadah umat hindu, salah satunya adalah pura Gunung Baleku. Pura Gunung Baleku terletak di Lendang Bajur desa Gunung sari kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat. Keberadaan pura Gunung Balekuwu atau Baleku sangat erat kaitannya dengan Panca Tirtha yang berada di Suranadi, hal ini di karenakan Bhatara Sakti Wawu Rawuh atau Dang Hyang dwijendra (Dang Hyang Nirartha) yang melakukan perjalanan suci ke pulau Lombok. Dang Hyang Nirartha adalah seorang brahmana budha yang berasal dari Kerajaan Daha di pulau Jawa, pada saat beliau pertama kali mengunjungi pulau diluar Jawa yakni pulau Bali, saat itu beliau masih menganut ajaran Budha dengan nama beliau Dang Hyang Nirartha, kemudian setelah beliau berada di Bali tepatnya setelah mengabdi di kerajaan Gel-Gel beliau mulai menjalankan ajaran Siwa, yang kemudian beliau disebut dengan nama Bhatara Sakti Wawu Rawuh atau lebih terkenal dengan sebutan Dang Hyang Dwijendra. Kata Dwijendra berarti beliau yang melaksanakan dua ajaran yakni ajaran Siwa dan Budha.
Setelah selesai menciptakan panca tirtha yang ada di suranadi, kemudian beliau melanjutkan menyusuri Lombok  menuju ke arah utara hingga ke Gunung Rinjani, setelah itu beliau menuruni puncak Rinjani melalui  pinggir pantai dan sampai di Lombok utara, beliau singgah di desa Tembango. Sejarah Baleku berkaitan erat dengan Pura Batu Bais atau sering disebut Pura Batu Bagik oleh suku asli Lombok. Di pura Batu Bais ini terdapat bekas telapak kaki Dang Hyang Nirartha (Dang Hyang Dwijendra) pada kedalaman 1 cm.
Umat di desa Tembango memohon kepada Dang Hyang Dwijendra agar mengajarkan agama budha, bekas telapak kaki beliau yang terdapat di pura Batu Bais inilah yang disungsung oleh agama budha Terayana  di desa Tembango, itulah sebabnya batu bekas telapak kaki beliau dinamai Batu Bagik Bais yang artinya telapak kaki beliau. Setelah beliau selesai memberikan ajaran, beliau melanjutkan perjalan menuju ke timur dan sampailah beliau di Gunung Baleku tempat Pura Baleku berdiri kokoh hingga saat ini. Gunung ini dulu bernama Balekuwu, Bale yang artinya “rumah” dan Kuwu yang juga berarti “aku/saya” jadi Baleku berarti “rumah aku/rumah saya”. Ditempat inilah putri Dang Hyang Dwijendra bernama Dewi Ayu Mas dijunjung dan dipuja. Pura Baleku mendapatkan pengakuan dan  sertifikat pada tahun 2009.
Pura melanting ini didirikan untuk mengenang putri  perempuan Dang Hyang Dwijendra yang bernama Dewi Ayu Mas. Gunung Baleku adalah tempat pertama kali Dang Hyang Dwijendra menginjakkan kaki ditanah Lombok kurang lebih pada abad ke-13, wraspati (kamis) pon wuku landep tahun 1301 saka. Di pulau Lombok Dang Hyang Dwijendra dijuluki dengan sebutan Sangupati, kata Sangupati berasal dari urat kata Sang Utpeti yang berarti “yang menciptakan Panca Tirtha” yang di Suranadi.  Luas area pura Gunung Baleku sebenarnya hanya kurang lebih 12 are, dan  mendapatkan punia berupa perluasan area  kurang lebih 16 are.
Menurut Gusti Mangku Ngurah Suteja, pemangku pura yang sekaligus perawat dan penjaga pura Gunung Baliku menyatakan bahwa konon di Gunung Baleku lah Dang Hyang Dwijendra untuk pertama kalinya mengajarkan ajaran Islam Waktu Telu, namun tidak ada yang mengekspos informasi ini demi suatu alasan tertentu  yang menurut bapak Gusti Magku hal ini dirahasiakan demi keharmonisan antara umat hindu dan islam di Lombok agar tidak terjadi saling aku-mengakui yang bisa saja menyebabkan pertengkaran antar suku sehingga masyarakat umum hanya mengetahui bahwa ajaran Waktu Telu diberikan di Pura Lingsar  yang lebih dikenal saat ini.
Setelah dari pura Gunung Baleku,  Bhatara Sakti Wawu Rawuh melanjutkan perjalanan beliau menuju keselatan sampai ke Labuan Lombok Khayangan (Lombok timur) beliau membuat pura di sana, setelah itu beliau pulang kembali ke tanah Bali, selama kurun  waktu 300 tahun beliau datang kembali namun tujuan beliau bukan ke Lombok melainkan ke Sumbawa. Setelah selesai perjalanan beliau di Sumbawa beliau kembali ke Bali hingga beliau moksa di tanah Bali, beliau moksa  di lokasi Pura Ulu Watu. Pura Rambut Siwi, Pura Tengkulep, Puraju, Tanah Lot adalah beberapa tempat yang sempat beliau kunjungi sebelum akhirnya beliau Amor Ring Acintya. Moksanya beliau di saksikan oleh para Pendiga perahu-perahu dari laut di karenakan Pura Ulu Watu berada di dekat pantai.


B.   PUJAWALI PURA GUNUNG BALEKU
Pujawali pura gunung baleku jatuh setiap purnamaning ke tiga (3) yang merupakan  keputusan parisadha, semestinya piodalan di pura gunung baleku jatuh pada waraspati pon wuku landep. Sehari sebelum hari pujawali di pura Baleku mengadakan penyucian, pengelukatan hingga pujawali tiba. Banten yang digunakan ialah seperti banten pada umumnya tetapi dalam sarana bantennya tidak diperkenankan memakai daging babi. Yang menanggulangi acara pujawali dari awal persiapan,banten hingga pujawali itu sendiri adalah tiga banjar ( karya,rojong ,dan dharma yatra). Ketiga banjar inilah yang menjadi pengamong pura Baleku. Pura Baleku tidak mempunyai pratima sebagai kekayaan dari pura itu sendiri.
Hal unik yang ada di pura Gunung Baleku adalah batu peluk atau batu kapong atau batu tenung. Yang membuat batu ini unik ialah konon dipercaya atau diyakini dapat mengabulkan permohonan jika ada pemedeg atau masyarakat hindu yang memeluk batu tersebut jari tengah kiri dan jari tengah kanan betemu atau masuk ke dalam lubang batu tersebut maka permohonan atau doa-doa yang di minta akan terkabul. Sedangkan jika Tetapi ada hal yang harus diperhatikan yaitu apabila jari tengah kiri dan jari tengah kanan belum bertemu atau masuk ke dalam lubang batu tersebut maka permohonan atau doa-doanya masih belum terkabul atau masih banyak rintangan untuk dapat meraihnya.
Aturan yang dipakai di pura Baleku sama seperti aturan-aturan yang di tetapkan oleh pura-pura lainnya, tetapi ada aturan khusus yaitu tidak diperbolehkan bagi para masyarakat yang selesai sembahyang (pemedeg) makan atau prasadam di dalam jabe utama, melainkan harus prasadam di jabe tengah yang sudah disediakan bale pasandegan untuk masyarakat menikmati prasadamnya. Untuk kepengurusan inti pura Baleku sekarang ini ialah dari banjar Dharma Yatra yang diketuai oleh bapak Drs. I Made Dharma Putra.

C.    MASA RENOVASI ATAU REHAP PURA GUNUNG BALEKU
Pura Gunung Baleku berdiri pada tahun 1031 saka dan  sudah mengalami  tiga kali renovasi. Renovasi  pertama dilakukan pada tahun 1970-an bangunan yang diperbaiki adalah bangunan Gedong yang berisi bangunan menyerupai lingga yang dikedua sisinya diapit naga dan didalam lingga itu terdapat banyak bebatuan yang dibungkus dengan kain berwarna putih, konon batu-batu itu digunakan sebagai tempat duduk Ratu Sakti (Dang Hyang Nirartha). Perbaikan kedua dilaksanakan pada tahun 1983 dengan sedikit merubah Padmasana dan bangunan Gedong yang semula dari ukuran kecil menjadi sedikit lebih besar (sedang), perbaikan ketiga dilaksanakan pada tahun 2009  yang kedua kali dari sedikit sedang menjadi besar (besar) hingga sekarang pelinggih-pelinggih agak lebih besar dari yang sebelum-sebelumnya dan dilakukan penyesuaian dengan padmasananya karena di Pura Gunung Baleku terdapat pelinggih baru yaitu padmasana dan melanting.
Dibangunnya pelinggih padmasana di karenakan agar para kaum brahmana mau melakukan sembah bhakti di pura Gunung Baleku, sebelum  pelinggih padmasana dibuat  para kaum brahmana tidak mau melakukan persembahyangan disembarangan tempat karena mereka belum mengetahui sejarah pura yang akan mereka gunakan untuk menyembah. Sehingga agar semua umat hindu lebih-lebih para kaum brahmana agar mau melakukan persembahyangan di tempat tersebut maka didirikanlah pelinggih padmasana yaitu pada tahun 1983 untuk pertama kalinya.
Adapun pelinggih-pelinggih yang berdiri kokoh di area Pura Gunung Baleku yakni:
1.       Padmasana yang berada di bagian timur yang dilengkapi dengan ukiran Bedawang Nala sebagai simbol bumi;
2.       Pelinggih melanting yang berada di bagian utara yang dibalut dengan kain kuning, bangunan ini menyimbolkan dewi kesuburan, pelinggih ini sering disembah oleh para pedagang.
3.       Pelinggih Gedong Sari  berada di bagian timur, yang dilengkapi dengan bebatuan yang diselimuti kain putih yang  konon adalah tempat duduk Dang Hyang Dwijendra atau Bhatara Sakti.
4.       Pelinggih Anglurah berada di bagian selatan, sebagai simbol wakil Ida Sang Hyang Widhi.
5.       Bale pewedean berada di bagian barat
6.       Bale pesanekan berada madya mandala yaitu di bagian selatan
7.       Batu Peluk atau Batu Kapong berada di tengah areal utama mandala, yang merupakan salah satu peninggalan Bhatara Sakti, sedangkan 3 batu lain yang berada diantara Batu Kapong ini hanya berfungsi sebagai pelengkap saja.
Berikut perbaikan bangunan pura yang dilakukan oleh kepengurusan pura sacara bertahap, yakni :
1.       Pada kepengurusan banjar rojong perbaikan bangunan yang di perbaiki ialah bale pasandegan
2.       Pada kepengurusan banjar dharma yatra perbaikan bangunan yang di perbaiki ialah bale pawedaan dan bale banten
3.       Pada kepengurusan banjar karya perbaikan bangunan yang di perbaiki ialah pelinggih Padmasana, pelinggih Melanting, tembok, patung naga dan lain-lain.
4.       Khusus untuk pelinggih Anglurah, pemedeg dari bali membangun bangunan pelinggih ini mulai dari nol dengan menyumbang dengan sukarela atau dana punia untuk pura.
Pekerjaan perbaikan ini dilakukan secara gotong-royong oleh semua anggota pengurus maupun masyarakat sekitar. Pura gunung baleku mempunyai seorang donatur tetap yang telah memberikan sumbangan pura dari dahulu sampai sekarang, beliau bernama Dr. Gusti Ngurah Prayoga pemilik Rumah Sakit Risa yang kini beliau sudah Almarhum(meninggal). 20% Dari kedonasian beliau dapat menggaji pemangku pura sedangkan 80% untuk pura.
Jika diperhatikan dari dulu pura tidak mempunyai kamar mandi, tetapi untuk saat ini lahan milik Dokter Prayoga menyumbangkan lahannya untuk pembuatan kamar mandi. Untuk lahan area kros-krosan itu milik ahok dari ampenan, sedangkan area tangga sampai utara pura adalah milik pura. Dahulu di jabe utama terdapat sumur untuk para pemedeg mencari air untuk keperluan persembahyangan, tahun berganti tahun pemedeg yang berdatangan yang semakin banyak mengakibatkan sumur yang ada didalam pura mengering sehingga sumurnya sekarang sudah tidak ada lagi digantikan oleh air PAM. Sempat terjadi kerusakan pura oleh masyarakat yang tidak bertanggungjawab beberapa tahun yang lalu, namun dengan kesabaran para umatnya pura gunung baleku diperbaiki kembali kokoh bediri megah hingga saat ini.


D. DENAH PURA GUNUNG BALEKU






 E. NARASUMBER 


Nama            :  I Gusti Mangku Ngurah Suteja

TTL                 :  Rendang Bajur, 31 Desember 1952
Alamat         :  Taman Sari, Gunung Sari, Lombok Barat.
Pekerjaan   :  Pemangku sekaligus penjaga Pura Gunung      Baleku
No Hp   : -









 

 Nama   : Drs.I Md Dharma Putra (Ketua Pengurus )
TTL     : Karangasem 29 November 1960
Alamat : BTN Gunungsari Jl.Raya Tanjung No. C,5
Pekerjaan  : PNS (Guru) 
No Hp                   : 085239513993











 

Nama                    : I Wayan Suwela (Sekertaris Pengurus)

TTL                         : Tanjung, 31 Desember 1959
Alamat                  : Rendang Bajur Gunungsari
Pekerjaan           : PNS (Guru)
No Hp                   : 081916020068